Thursday, March 26, 2015

Analisis Jurnal The Dow Corning Crisis: A Benchmark by Katie LaPlant

Author:

Nalan Nakhlah (145120200111017)
Desak Made P.D. (145120200111020)
Teguh Prasetyo W. (145120207111026)
Haris Hafidh Amiin (145120207111033)

   The Dow Corning Crisis: A Benchmark merupakan kasus yang melibatkan perusahaan dengan publiknya, serta kelompok-kelompok lain, seperti Food and Drug Administration dan media. Pada awalnya, perusahaan diisukan melakukan operasi implan payudara yang tidak aman dan membahayakan konsumen. Apabila kita analisis, gagasan dalam kaitannya dengan public relations untuk menanggulangi kasus tersebut sudah baik, namun mereka melakukan kesalahan dalam praktiknya.“The very first lawsuit filed againts Dow Corning for faulty implants was in 1997. This means the company officials were aware that there would be problems over a decade before the actual crisis occured.”(LaPlant, 1999) Sebagaimana prinsip public relations menurut Arthur W. Page adalah Manage for Tomorrow, perusahaan yang memang sudah pernah mengalami krisis atau masalah sebelumnya, seharusnya melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan agar isu-isu buruk yang dapat dihindarkan. Namun sepertinya prinsip tersebut tidak dipergunakan oleh perusahaan. Dampaknya, isu buruk tentang operasi implan silikon yang dilakukan oleh perusahaan tidak aman muncul. Perusahaan tersebut sudah melakukan upaya perbaikan agar mendapatkan citra menjadi positif dengan menggunakan fakta-fakta ilmiah. Namun, bukti tersebut belum cukup kuat untuk meyakinkan publik. Pada praktiknya pun, Dow Corning hanya mengandalkan bukti ilmiah untuk memberi keterangan ketika melakukan pernyataan yang singkat. (LaPlant, 1999)   “Dow Corning’s strategy was to rely on the scientific evidence and use that information     as its only defense in its limited public statements. The company was not very open with the media, which fueled the crisis even more. When company statements were made, they were given by a variety of different spokespeople. During this time period, Dow Corning’s publics needed ‘one voice’ from the company. The lack of sympathy in the company statements did nothing to improve its image either.” (LaPlant, 1999)   Apabila dikaitkan dengan fungsi public relations, “melayani publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan perusahaan untuk kepentingan umum” (Kriyantono, 2012:21), public relations seharusnya melayani publik dengan memberikan informasi, misalnya melalui produk tulisan. Kriyantono (2012) juga menyatakan salah satu tujuan public relations adalah “menciptakan pemahaman (mutual understanding) antara perusahaan dan publiknya”.  Kebijakan perusahaan yang enggan mengeluarkan dokumen mengenai implan, berarti tidak sesuai dengan prinsip public relations menurut Arthur W. Page, yaitu “tell the truth” dan “listen to The Customer”. Kenyataan yang terjadi, informasi yang diberikan kepada publik dapat dikatakan sangat terbatas mengakibatkan pemahaman publik mungkin akan berbeda dengan yang diharapkan. Lama-kelamaan, perusahaan tersebut memusuhi Food and Drug Administration (FDA) sebagai rivalnya.“Dow Corning attacked the FDA in an effort to shift the public’s attention away from the fact that it was demanding damaging internal documents to be released by the company.” (LaPlant, 1999) Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pembentukan citra positif perusahaan kembali sesuai dengan tujuan public relations menurut Kriyantono (2012), “membangun citra korporat” dan fungsi public relations menurut Cutlip & Center (2000), yaitu “membina hubungan secara harmonis antara perusahaan dan publik, baik internal maupun eksternal”. Hasilnya citra positif dari masyarakat mulai membaik. “This did little help Dow Corning’s public image” (LaPlant, 1999). Sebaliknya membuat perselisihan dengan FDA semakin meningkat. “... but played a significant role in escalating the tensions between the company and the FDA.” (LaPlant, 1999) Di samping itu, perlakuan serupa juga dilakukan oleh perusahaan terhadap media. Padahal, hal tersebut malah akan membuat media memberikan respon yang buruk.“The company also treated the media in the same way. Refusal to release information and not making their executives available for questioning increased the negative media coverage.” (LaPlant, 1999) Hal ini memicu kegagalan fungsi public relations menurut Cutlip & Center (2000), “menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik kepada perusahaan”, serta tujuan public relations menurut Kriyantono(2012), “membentuk opini publik yang favourable” menjadi tidak berjalan. Buruknya hubungan antara perusahaan dan media dapat menyebabkan sulitnya mencapai komunikasi efektif antara perusahaan dan publik. Media yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menjalankan hubungan, melalui penyampaian berita serta feedback, malah dimusuhi oleh perusahaan. Akibatnya, media hanya akan memberitakan perusahaan secara negatif. Jadi, tidak terbukanya informasi dari perusahaan mengenai kasus tersebut, serta renggangnya hubungan antara Food and Drug Association (FDA) dan media dengan perusahaan mengakibatkan penilaian publik terhadap perusahaan menjadi buruk, citra positif perusahaan menurun. Dalam beberapa masa, persetuan antara perusahaan dan FDA terus berlanjut, namun berujung dengan persetujuan perusahaan untuk melakukan tes produk mereka.   “During the second stage, September 1991-February 1992, Dow Corning continued to attack the FDA and deny accusations that its breast implants were unsafe. When  the FDA put a moratorium on breast implants, Dow Corning agreed to do more testing on its product to assure the public of their safety. Several other actions were taken during this time period to improve its public image. First, CEO Lawrence Reed was replaced with Keith McKennon.” (LaPlant, 1999)   Hal tersebut mulai menunjukkan public relations menjalankan fungsi seperti semestinya. Prinsip “prove it with action” dari Arthur W. Page juga sudah dijalankan karena setelah dilakukan tes, hasil dari tes tersebut bisa diinformasikan ke publik sehingga penilaian negatif publik terhadap perusahaan dapat ditanggulangi.   "One of McKennon’s first actions was to bring in an unbiased third party (former Attorney General Griffin Bell) to conduct an independent investigation of the silicone breast implants. Also, an implant hotline was set up during this time period for women concerned about breast implant safety. This effort backfired, however, when it was shut down by the FDA for giving out misleading infomation. Dow Corning reacted to the FDA shutting down the hotline with denial and attacks.” (LaPlant, 1999)   Seharusnya, perusahaan tidak boleh mudah terpengaruh oleh keadaan yang tidak menyenangkan yang dapat menyebabkan perusahaan melakukan sesuatu tanpa kontrol yang justru dapat menurunkan citra positif perusahaan tersebut sebagaimana prinsip “remain calm, patient and good humored” dari Arthur W. Page. “The final stage of the crisis, February 1992-present, was the most favorable for the company’s public image. During this time periode, Dow Corning accepted a certain amount of responbility for the problems with the sillicone impants and took corective action.” (LaPlant, 1999) Apabila dikaitkan dengan fungsi public relations dari Kriyantono (2012), “ melayani publik dengan memberi infromasi”, hal yang dilakukan sudah benar. Namun sampai akhir, perusahaan tidak juga menyatakan kebenaran mengenai kasus implan payudara tersebut. ”The company did not admit that the breast implants were unsafe.” (LaPlant, 1999)   “Dow Corning took two major steps during this stage; it left the breast implant business and eventually declared bankruptcy. “Their strategies did not accomplish the goal of re-framing the company’s public portrait. Rather, they contributed to the decline of an image already crumbling under the weight of FDA and media attacks”. (LaPlant, 1999)    Hal itu berarti mereka tidak menggunakan fungsi, tujuan, dan prinsip public relations dengan benar.   “In a crisis that involves public health and safety, the interest of the public should be the overriding concern. By denying fault, attacking their accusers and showing little sympathy to the alleged victims, Dow Corning did serious damage to its reputation and livelihood.” (LaPlant, 1999)   Kesimpulannya, meskipun telah melakukan beberapa fungsi, tujuan, serta prinsip public relations, namun public relations di perusahaan tersebut dapat dikatakan gagal dalam memperbaiki citra positif perusahaan. Hal ini dikarenakan kesalahan langkah yang diambil dalam penyelesaian masalah.    

DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, R. (2012). Public relations writing: Teknik produksi media public relations dan publisitas korporat. Jakarta: Kencana.

LaPlant, K. (1999). Public relations quarterly. The dow corning crisis: A benchmark, 44 (2), 32.

Page, Arthur W. & Bernays, E. (2004). This is pr: Realities of public relations (8th ed). Holly J. Allen: Wadsworth.

Thursday, March 19, 2015

PUBLIC RELATIONS SEBAGAI SUATU KAJIAN ILMU BUKAN HANYA SEBAGAI AKTIVITAS DAN TEORI

Public Relations merupakan aktivitas komunikasi yang sangat dibutuhkan, baik oleh organisasi, lembaga, maupun perusahaan. Public relations diperlukan untuk menjaga hubungan baik antara organisasi dengan publiknya. Tidak hanya itu, public relations juga turut serta dalam membangun citra dan berupaya untuk saling menguntungkan dengan cara berkomunikasi. Dapat dikatakan jika public relations merupakan jembatan penghubung antara organisasi-organisasi dengan publiknya, baik yang terkait dengan publik internal maupun publik eksternal, di dalam suatu proses komunikasi agar tercipta hubungan yang efektif.
Pada saat ini public relations tidak hanya menjadi sebuah profesi. Namun sudah dikembangkan menjadi sebuah kajian ilmu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkuat pengetahuan dalam penerepan public relations sebagai profesi. Sebagai suatu ilmu maka public relations atau hubungan masyarakat mempunyai banyak definisi baik yang diberikan oleh ahli, dari hasil pertemuan para ahli maupun definisi/pengertian dari lembaga resmi yang khusus berkonsentrasi pada ilmu kehumasan. Menurut International Public Relations Association (IPRA) dalam Rumanti (2002:11) bahwa public relations merupakan fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling pengertian simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungan dan diduga ada kaitannya dengan cara menilai opini public mereka, dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan, guna mencapai kerjasama yang lebih produktif dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien, dengan kegiatan penerangan yang terencana dan tersebar luas. Secara lebih singkat Frank Jefkins (Rumanti, 2002:12) mengemukakan bahwa public relation merupakan suatu bentuk komunikasi yang terencana baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikemukakan bahwa public relations adalah suatu bentuk komunikasi baik antar perusahaan, organisasi maupun pribadi dengan menciptakan hubungan dan pengertian yang baik guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Perkembangan public relations sebagai kajian ilmu tentu sama pesatnya seperti perkembangan public relations sendiri, karena public relations sebagai kajian ilmu merupakan kunci dasar bagi public relations itu sendiri untuk berkembang. Public relations sebagai kajian ilmu, menunjukkan jika public relations melahirkan berbagai teori, paragdigma dan konsepsi ilmu public relations. Sedangkan sebagai profesi, PR adalah alat atau fungsi untuk kegiatan yang bersifat praktis. Sehingga dapat dikatakan jika di satu sisi public relations merupakan suatu kegiatan yang bersifat praktis tetapi di sisi lain public relations juga menjadi suatu kajian ilmu.
Public relations menjadi kajian ilmu dimulai pada tahun 1999. Hal ini dijelaskan pada buku yang berjudul “Public Relations Theory II” yang ditulis Carl H. Botan dan Vincent Hazleton yang mengemukakan bahwa: “In the academic arena, public relations enrollments have continued to grow. In PRT, Neff (1999) reported graduate public relations programs in 48 departments. By 1999, the Commission on Public Relations education reported 70 school offering masters programs in the field.” (Carl, 2006:2). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan jika meningkatnya perhatian terhadap PR, terutama dari perusahaan-perusahaan besar yang membutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus dalam bidang itu, membuat beberapa beberapa orang berpikir untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan mendirikan fasilitas, yaitu perguruan tinggi untuk mendidik para calon PRO dan memberikan pengetahuan pada mereka tentang dasar-dasar kepemimpinan dan pelaksanaan PR secara efektif sebagai suatu profesi.
Public relations sebagai kajian ilmu juga menunjukkan berbagai penelitian mengenai public relations yang dilakukan untuk menguji teori (verifikatif), menemukan teori ataupun pemecahan masalah yang berkaitan dengan public relations. Penelitian mengenai public relations dilakukan untuk memahami masalah secara lebih akurat, sehingga dapat mengusulkan suatu program dan pemecahan masalah yang tepat. Penelitian public relation sebenarnya berkaitan dengan disiplin ilmu lain yang mendasari ilmu public relation meliputi ilmu komunikasi, psikologis, sosiologi dan lebih lanjut berkaitan dengan disiplin ilmu bisnis, perdagangan, ekonomi dan manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA).
Dalam Gold Paper IPRA No.12 juga disebutkan bahwa James Grunig memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu public relations dengan lahirnya situational theory yang terdiri dari empat model yang diakui sebagai PR praktis dan teori yang istimewa (excellence). Teori situasional Grunig berupaya untuk mengidentifikasi permsalahan di sekitar public yang disebutnya dengan isu-isu situasional. Teori ini mendorong pembentukan publik-publik perusahaan dan menekankan publik-publik ini menjadi target-target optimal dalam kampanye komunikasi. Lebih lanjut Suardi (2014) mengemukakan bahwa dalam model teori situasional ini, Grunig mengidentifikasi empat macam public secara khusus, yaitu:
1. All-issue Publics: publik-publik yang aktif pada semua isu.
2. Aphatetic Publics: public-publik yang tidak memperhatikan pada semua isu.
3. Single-issu publics: public-publik yang aktif pada satu atau sebagian kecil isu pokok yang hanya memperhatikan sebagian kecil dari populasi (contoh: kontroversi pembunuhan ikan paus secara besar-besaran)
4. Hot-issue public: public hanya aktif pada isu tunggal yang melibatkan orang-orang terdekatnya dalam populasi dan diterima karena peliputan media secara luas (contoh kekurangan bahan pangan, pembuangan limbah beracun).
Empat model tersebut menggambarkan perubahan public relations dari komunikasi perusahaan satu arah menjadi terbuka dengan komunikasi dua arah. Penelitian Grunig menemukan tindakan public relation yang sangat efektif dilakukan melalui apa yang disebut the two way symmetrical model. PR disini didasarkan pada strategi penggunaan penelitian dan komunikasi untuk mengelola konflik dan meningkatkan pemahaman public-publik strategis. Secara lebih sederhana model ini menjelaskan bahwa lebih baik berbicara dan mendengar daripada hanya berbicara dan lebih baik bernegosiasi dengan public-publik daripada mencoba kekuatan untuk mengubah public.
Menurut Broom & Dozier, dalam Anonymous (1999), tanpa didasari penelitian, PR tidak lebih daripada kegiatan teknis bertingkat rendah dalam mendukung keputusan manajemen di mana PRO (Public Relations Officer) tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Riset juga merupakan proses pengumpulan informasi secarasistematis untuk menggambarkan dan memahami situasi serta untuk mengkaji asumsi-asumsi publik dan konsekuensi-konsekuensi PR (Cutlip, Center,dan Broom, 2000).
Agar mempermudah untuk dipahami, public relations yang berkembang sebagai kajian ilmu menunjukkan bagaimana PR itu sendiri dikaji secara ilmiah melalui berbagai penelitian untuk selanjutnya dapat memberi masukan dan solusi dalam dunia public relations termasuk para pelaku public relation. Pentingnya peran public relations dalam perusahaan dikemukakan oleh Soemirat dan Elvinaro (2002) bahwa: “Yang menurut para ahli bahwa public relations dapat membantu dan meningkatkan marketing, terutama promosi produk atau promosi citra perusahaan atau organisasi. Public relations juga dianggap dapat membantu promosi dan aktivitas pemasaran lainnya”. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikemukakan jika pada dasarnya, dalam public relations dapat menunjang berbagai aktivitas perusahaan karena di dalamnya terdapat suatu usaha untuk mewujudkan suatu hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan publiknya, dengan memberikan atau menanamkan kesan yang menyenangkan sehingga akan timbul opini publik yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup perusahaan.







DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (1997). The Evolution of Public Relations Education and the Influence of Globalisation, Survey of Eight Countries, Gold Paper No. 12, International Public Relations Association (IPRA).

Cutlip, Scott M.; Center, Allen H.; Broom, Glen M. (2000).  Effective Public Relations. Jakarta: Prenada.

Suardi, (2014). Public Relation sebagai Ilmu dan Profesi.  http://www. slideshare. net/blade_net/4-public-relations-sebagai-ilmu-dan-profesi, diakses tanggl 16 Maret 2015.

Rumanti Maria Assumpta. (2002). Dasar-Dasar Public Relations Teori dan Praktik. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Soemirat Soleh dan Ardianto Elvinaro. (2002). Dasar-Dasar Public Relations. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.

Hello World!

This is my first posting in my new blog.